Mengenal Tradisi Sabung Ayam: Antara Budaya dan Kontroversi

taruhansv388    Sabung Ayam di Indonesia: Antara Tradisi, Kontroversi, dan Masa Depan

Sabung ayam—pertarungan dua ekor ayam jantan di dalam arena tertutup—telah lama menjadi bagian dari lanskap budaya di banyak daerah Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Bagi sebagian masyarakat, praktik ini merupakan warisan leluhur yang sarat makna spiritual dan sosial. Namun bagi pihak lain, sabung ayam dianggap sebagai bentuk kekerasan terhadap hewan dan sumber perjudian ilegal. Artikel ini menelusuri akar sejarah sabung ayam di Nusantara, nilai-nilai yang melingkupinya, serta kontroversi hukum dan etika yang menyertainya.


Sejarah dan Asal‐Usul

Jejak sabung ayam di Indonesia setidaknya dapat ditelusuri hingga era kerajaan-kerajaan Hindu–Budha. Relief di Candi Penataran (Blitar) menggambarkan adegan sabung ayam yang menandakan keberadaan praktik ini sejak abad ke-14.

Di Bali, sabung ayam dikenal dalam bentuk tabuh rah, sebuah pertarungan ayam sakral yang merupakan bagian dari ritual keagamaan Hindu. Darah ayam dianggap sebagai persembahan simbolik untuk menyeimbangkan unsur baik dan buruk (Rwa Bhineda).

Pada masa kolonial, pemerintah Hindia Belanda sempat mencoba melarang sabung ayam karena kaitannya dengan perjudian. Namun, larangan ini kurang efektif di luar konteks ritual keagamaan. Setelah kemerdekaan, praktik ini beradaptasi dengan perubahan sosial-politik dan hukum di Indonesia.


Nilai Budaya dan Fungsi Sosial

1. Sarana Ritual dan Spiritual

Di Bali, ritual mekesesang atau sabung ayam dilakukan di pura tertentu sebagai bagian dari upacara penting. Pertarungan hanya berlangsung sebentar—cukup untuk meneteskan darah ke tanah—lalu dihentikan. Praktik ini menunjukkan ayam sebagai medium sakral, bukan sekadar hewan petarung.

2. Ajang Sosialisasi dan Identitas Komunal

Di beberapa wilayah seperti Jawa dan Sulawesi Selatan, sabung ayam tradisional sering menjadi ajang kumpul sosial. Acara ini biasanya disertai pasar tumpah, pertunjukan seni, dan kuliner, memperkuat ikatan sosial dan menjadi sarana unjuk gengsi para pemilik ayam juara.

3. Eksistensi Ekonomi Lokal

Sabung ayam juga menciptakan ekosistem ekonomi mikro: pembibitan ayam jenis bangkok, birma, atau asil; penjualan pakan khusus; serta jasa pelatih ayam. Meskipun sering tak tercatat dalam ekonomi formal, kegiatan ini menjadi sumber penghasilan alternatif bagi masyarakat.


Kontroversi: Hukum, Perjudian, dan Kekerasan Hewan

1. Status Legal

Menurut Pasal 302 KUHP dan UU No. 18/2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, praktik kekerasan terhadap hewan dilarang. Sabung ayam modern, terutama yang disertai taruhan, dikategorikan sebagai tindak pidana perjudian. Namun, pengecualian diberikan untuk tabuh rah di Bali, asalkan memenuhi syarat adat dan tanpa unsur taruhan.

2. Perjudian dan Kriminalitas

Taruhan pada sabung ayam kerap dilakukan secara terbuka hingga daring melalui aplikasi ilegal. Fenomena  situs terpercaya sv388  ini menciptakan perputaran uang gelap yang berisiko tinggi, mulai dari praktik rentenir hingga pencucian uang. Pemerintah kerap melakukan razia, namun praktiknya terus beradaptasi.

3. Kesejahteraan Hewan

Ayam petarung umumnya dipasangi taji logam tajam, dirawat dengan diet khusus, bahkan disuntik zat penambah stamina. Cedera parah hingga kematian sering terjadi. Organisasi seperti PETA Asia mengkritik sabung ayam sebagai pelanggaran serius terhadap prinsip Five Freedoms dalam kesejahteraan hewan.


Dinamika Modern: Globalisasi dan Media

Dengan kemajuan teknologi, sabung ayam kini merambah pasar global melalui siaran langsung (live streaming) berbayar. Sementara pemerintah Indonesia dan negara tetangga aktif melakukan cyber-patrol untuk menutup situs perjudian, sorotan media internasional justru memunculkan perdebatan baru antara pelestarian budaya dan tuntutan etika global.


Alternatif dan Upaya Pelestarian Tanpa Kekerasan

Beberapa komunitas budaya mulai menawarkan bentuk alternatif sabung ayam, seperti:

  • Kontes keindahan ayam atau kompetisi fisik non-kontak
  • Virtual cockfighting dengan simulasi atau animasi
  • Di Bali, ada usulan mengganti taji logam dengan taji plastik tumpul serta membatasi durasi pertarungan sebagai kompromi antara tradisi dan perlindungan hewan

Langkah-langkah ini dinilai mampu menjaga nilai budaya tanpa mengorbankan prinsip kemanusiaan dan kesejahteraan hewan.


Penutup: Tradisi di Persimpangan Jalan

Sabung ayam kini berada di persimpangan antara pelestarian budaya lokal dan tuntutan moral kontemporer. Bagi para pendukungnya, sabung ayam adalah ekspresi identitas dan warisan leluhur. Namun bagi penentangnya, praktik ini melanggar etika dan hukum serta menyuburkan praktik ilegal.

Dialog terbuka dan partisipatif antara pemangku adat, otoritas hukum, komunitas pecinta hewan, dan masyarakat luas sangat diperlukan. Hanya dengan pendekatan kolaboratif, sabung ayam dapat ditempatkan dalam koridor hukum dan nilai-nilai kemanusiaan, sehingga warisan budaya dapat terus hidup tanpa harus mengorbankan kehidupan makhluk lain.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version